
BREBES – brdnusantara.news.blog – Isu pendidikan kembali mencuat di Kabupaten Brebes setelah demonstrasi siswa di sebuah sekolah memicu usulan mutasi guru oleh Komite Sekolah. Tim DN-II berkesempatan mewawancarai Kostoro WHY, seorang aktivis pendidikan yang dikenal kritis, untuk membahas akar masalah dan mencari solusi terbaik.
Dalam wawancara eksklusif pada Sabtu, 15 November 2025, Kostoro WHY menegaskan bahwa Komite Sekolah telah melampaui kewenangan teknisnya dengan mengusulkan mutasi guru. Ia menekankan pentingnya siswa fokus pada kegiatan belajar dan perlunya mempertimbangkan menurunnya kepercayaan publik dalam penentuan jabatan kepemimpinan sekolah.
Fokus Siswa vs. Aksi Aspirasi
Menanggapi demonstrasi di SMPN 1 Bumiayu, Kostoro WHY mengakui hak setiap warga negara untuk menyampaikan aspirasi. “Menyampaikan aspirasi itu hak semua warga negara, Mas. Itu boleh-boleh saja,” ujarnya.
Namun, ia menyayangkan jika siswa dilibatkan dalam aksi tersebut. Menurutnya, siswa seharusnya fokus pada kegiatan belajar. “Kalau ada permasalahan, mestinya cukup orang dewasa saja yang menanganinya, itu akan lebih pas. Walaupun tidak salah [siswa berdemo], akan lebih bagusnya kalau anak-anak dibiarkan fokus untuk belajar,” tegasnya.
Kritik terhadap Komite Sekolah
Polemik semakin tajam setelah Komite Sekolah mengusulkan mutasi empat guru. Kostoro WHY menyoroti peran strategis Komite Sekolah sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat, yang seharusnya netral dan meredam konflik.
“Pengusulan guru dimutasi itu secara teknis bukan kewenangan Komite. Itu sudah teknis kepegawaian,” jelasnya. “Komite memang berhak menampung aspirasi, tetapi kalau sampai mengusulkan guru diganti, saya pikir itu terlalu teknis.” Ia menambahkan bahwa Komite Sekolah seharusnya menjadi penengah, bukan memicu kegaduhan.
Kepemimpinan Pendidikan dan Kepercayaan Publik
Kostoro WHY mengaitkan isu ini dengan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara. “Kepemimpinan di pendidikan menganut pada filosofis Ki Hajar Dewantara: Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani,” paparnya.
Ia menekankan bahwa seorang pemimpin harus menjadi contoh, memotivasi, dan memberikan dukungan. Namun, ketika seorang pemimpin mendapat sanksi kepegawaian, kepercayaan publik dan internal akan menurun. “Menurut saya, jangan dipaksakan. Kepercayaan pemimpin itu sangat penting dalam menciptakan iklim sekolah yang kondusif,” tegasnya.
Visi “Mberesi Pendidikan” Brebes
Kostoro WHY mengajak semua pihak mendukung visi Bupati Brebes untuk “Mberesi Pendidikan”. Ia mengingatkan bahwa “mberesi” sejati tidak menimbulkan masalah baru. “Ciri khas ‘beresi-mberesi’ itu tidak memunculkan permasalahan baru. Ada permasalahan, dibereskan, selesai. Tapi kalau meresi, kemudian muncul permasalahan baru, berarti tata cara mberesi yang belum beres,” kritiknya.
Menurutnya, masalah di tingkat sekolah seharusnya diselesaikan di tingkat Kepala Dinas Pendidikan. “Sebenarnya itu cukup Kepala Dinas. Karena itu tingkat sekolah, cukup Kepala Dinas, diselesaikan, mestinya sudah clear,” tutupnya. Ia berharap semua masalah pendidikan di Brebes dapat diselesaikan tanpa menimbulkan polemik baru.( tgh )


































You must be logged in to post a comment.